Monday, 13 April 2015
Sejarah Ujian Nasional dari Masa ke Masa
Ujian Nasional atau yang biasa kita sebut dengan istilah UN bukanlah hal yang baru kita dengar. UN juga sering dikaitkan dengan momok yang menakutkan bagi para pelajar yang duduk di tahun akhir. Seiring dengan berjalannya waktu dan sekian kali pergantian menteri beserta para jajarannya, Ujian akhir ini ternyata memiliki perjalanan yang pelik dan panjang dengan sistem penilaian yang selalu berubah-ubah. Seperti yang telah kita ketahui bersama, persoalan Ujian Nasional ini masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Sebelum membahas sejarah Ujian Nasional di Indonesia, yuk kita simak dulu pengertian Ujian Nasional.... :)
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 20 tahun 2005 pasal 1 menyebutkan Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
- Thomas Kellaghan and Vincent Greaney (2001: 33) menyatakan “a national assessment may be defined as an exercise designed to describe the level of achievements, not of individual students, but of a whole educational system, ......”
- Berdasarkan dua pengertian tersebut, ujian nasional merupakan bentuk pengukuran dan penilaian terhadap penguasaan kompetensi peserta didik pada tingkat nasional
SEJARAH UJIAN NASIONAL TAHUN 1950 - 2015
Periode 1950 – 1960
Pada periode 1950 – 1960an
ujian akhir disebut dengan ujian penghabisan. Ujian penghabisan
diadakan secara nasional dan seluruh soal dibuat oleh Departemen
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada periode ini soal ujian
berbentuk esai. Hasil ujian tidak diperiksa oleh sekolah tempat ujian
melainkan di pusat rayon.
Periode 1965 – 1971
pada periode ini, sistem ujian akhir yang diterapkan disebut dengan Ujian
Negara, berlaku untuk semua mata pelajaran. bahkan ujian dan
pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat dan seragam untuk
seluruh wilayah di Indonesia. Pada periode ini pengawasan terhadap peserta ujian dan hasil ujian
dilakukan dengan amat ketat sehingga porsi kelulusan hanya sebesar 50 persen
Periode 1972 – 1979
Ujian akhir pada periode ini dinamakan dengan ujian sekolah. Pemerintah
memberi kebebasan setiap sekolah atau sekelompok sekolah
menyelenggarakan ujian sendiri. Pembuatan soal dan proses penilaian
dilakukan masing-masing sekolah atau kelompok. Pemerintah hanya menyusun
pedoman dan panduan yang bersifat umum. Pada periode ini pelaksanaan
ujian akhir dilakukan oleh sekolah dengan pengawasan yang lebih longgar
sehingga porsi kelulusan bisa mencapai 100 persen.
Periode 1980 – 2002
Pada periode ini, Kelulusan siswa tidak lagi ditentukan semata-mata dari hasil ujian
akhir. Pemerintah menetapkan bahwa ujian akhir atau Evaluasi Belajar
Tahap Akhir (EBTA) dan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS)
hanya menjadi salah satu komponen dalam menentukan kelulusan. Ebtanas
dikoordinasi pemerintah pusat dan EBTA dikoordinasi pemerintah provinsi.
Kelulusan
ditentukan oleh kombinasi dua evaluasi tadi ditambah nilai ujian harian
yang tertera di buku rapor. Dalam Ebtanas siswa dinyatakan lulus jika
nilai rata-rata seluruh mata pelajaran yang diujikan dalam Ebtanas
adalah enam, meski terdapat satu atau beberapa mata pelajaran bernilai
di bawah tiga.
Perbedaan lain antara sistem ini dengan sistem
ujian akhir sebelumnya adalah dalam EBTANAS dikembangkan sejumlah
perangkat soal yang “pararel” untuk setiap mata pelajaran dan
penggandaan soal dilakukan di daerah.
Periode 2003 – 2004
Pada periode ini, Ebtanas
diganti dengan penilaian hasil belajar secara nasional dan berubah
menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Kelulusan dalam UAN ditentukan oleh
nilai mata pelajaran secara individual. Dalam UAN 2003 siswa dinyatakan
lulus jika memiliki nilai minimal 3,01 pada setiap mata pelajaran dan
nilai rata-ratanya minimal 6. Soal Ujian Akhir Nasional dibuat oleh
Depdiknas. Pengawasan ujian dilakukan dengan amat ketat dan UAN menjadi
satu-satunya syarat kelulusan.
Para siswa yang tidak lulus UAN
masih diberi kesempatan untuk mengikuti ujian ulangan UAN selang satu
minggu sesudahnya. Jika dalam ujian ulangan UAN siswa tetap memiliki
nilai kurang dari angka tiga, maka dengan terpaksa mereka dinyatakan
tidak lulus atau hanya dinyatakan tamat sekolah.
Dalam UAN 2004
kelulusan siswa didapat berdasarkan nilai minimal pada setiap mata
pelajaran 4,01. Syarat nilai rata-rata minimal tidak diberlakukan lagi.
Depdiknas juga mengeluarkan keputusan ditiadakannya ujian ulang UAN bagi
siswa yang tidak mencapai batas minimal kelulusan. Artinya, bagi siswa
yang gagal meraih angka lebih dari 4,01 maka siswa yang bersangkutan
harus mengulang tahun depan atau dinyatakan tidak lulus.
Periode 2005 – 2013
Pada periode ini penamaan
ujian akhir diubah menjadi Ujian Nasional (UN). Pada tahun 2005-2010,
merupakan kelanjutan dari UAN. Perbedaannya hanyalah Batas nilai
kelulusan ditingkatkan menjadi ≥4.25 (tahun 2005-2007), dan ≥5.50 (tahun
2008-2010).
Terakhir adalah tahun 2011-2014, penyempurnaan dari
UN periode sebelumnya. Kelulusan peserta didik ditentukan dari hasil
gabungan nilai sekolah dan nilai UN dengan persentase nilai UN: nilai
sekolah yaitu sebesar 60%:40%. Batas minimal nilai kelulusan adalah
≥5.50.
Tahun 2015
Meskipun pada tahun ini, ujian akhir masih dinamakan Ujian Nasional (UN) seperti pada tahun sebelumnya, namun terdapat beberapa perubahan dalam sistem penilaiannya. Pada tahun ini, hasil Ujian Nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan bagi siswa, melainkan hanya dijadikan sebagai pemetaan. Nilai Ijazah nantinya merupakan gabungan dari 60 persen nilai rapor (semester 1-5) dan 40 persen nilai Ujian Sekolah yang dibuat oleh Dinas Pendidikan Kabupaten setempat. Dalam meningkatkan kualitas dan meminimalisir adanya kecurangan, Menteri Pendidikan Indonesia juga menggiatkan diadakannya UN berbasis komputer bagi sekolah-sekolah yang sudah mampu baik dari sarana maupun kesiapan psikis peserta UN.
Meski tidak lulus ujian nasional (UN) baik tulis maupun online, siswa tetap mendapatkan ijazah karena nilai UN tak lagi menjadi penentu lulus
tidaknya siswa (Kelulusan siswa ditentukan pihak sekolah). Meskipun demikian, tetap ada persyaratan bagi siswa yang tidak lulus Ujian Nasional.
Syaratnya adalah siswa harus mengulang
UN pada mata pelajaran yang tidak lulus pada UN tahun depan. Contohnya jika pada UN tahun ini seorang siswa tidak lulus mata pelajaran
matematika, maka pada lembar Surat Hasil Ujian Nasional (SHUN) akan
diberi keterangan tidak lulus.dan pada UN tahun depan, siswa tersebut harus mengulang pelajaran matematika.
Referensi:
www.selasar.com
www.selasar.com
www.uny.co.id
kabar24bisnis.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment